Sumber: Media Televisi TVRI-Dialog Aktual-“Gejolak
Kelangkaan Daging Sapi”-10:00 am
Narasumber : 1. Dr. Ali Mahsun ketua umum
APKLI ( Asosiasi pedagang kaki lima Indonesia)
Terkait dengan produsen sapi di
Indonesia ada NTB, NTT, BALI, dan sejumlah daerah di Sulawesi dll. Bagaimana
kesiapan atau kondisi produsen sapi di Indonesia ?
1. Sebagian besar petani kita adalah
petani ternak tradisional dari kepala rumah tangga yang mempunyai sapi 3-5 ekor.
Menurut data 1jt ekor sebenarnya cukup untuk swasembada dengan 2 kg per kapita
per tahun meskipun itu perlu dinaikkan lagi.
2. Sentra-sentra produksi ternak kita
masih terbatas meskipun kita punya sapi lokal seperti sapi Bali, sapi Madura,
dan sapi Aceh yang dagingnya sangat manis itu. Jadi kita punya plasma nuthfah,
punya bibit yang dikaruniai oleh tuhan tetapi tidak dimanfaatkan dengan serius.
Jadi memang ini adalah keputusan bagi kita bagaimana membangun sentra-sentra
produksi bukan hanya di jawa tetapi juga di luar daerah jawa. Karena harga itu
menyangkut juga soal biaya transportasi dan distribusi, jika hanya mengandalkan
NTT dari sana ke Sumatra itu kan sama
jauhnya dengan yang impor.
Kemudian di logikakan biaya
pengangkutan dari NTT ke Sumatra lebih mahal harganya disbanding dari Australia
ke Sumatra. Karena ini masalah berkaitan dengan hidup orang banyak yaitu petani
dan peternak.
Beda sama Singapura , singapura juga
punya lahan dia adalah Negara importer, tetapi kalau kita punya petani,
peternak dan nelayan mereka adalah masyarakat Indonesia yang harus diberdayakan
dan disejahterakan. Jadi kemudian jangan mudah berfikir dengan praktis itu
lebih baik kita impor, tetapi bagaimana dengan pemberdayaan masyarakat kita ?
itu yang membuat masalah untuk kita.
Sebenarnya kegagalan Negara ataupun
pemerintah untuk mengatasi problem ini mengidentasikan bahwa sebenarnya kita pun berdaulat dalam
sector pangan.
Pernyataan , opini :
·
Sebaiknya
jika mengenai pangan kita kembali pada menu makanan 4 sehat 5 sempurna jika dari
menu itu ada nasi, sayur-mayur, lauk pauk, susu serta buah-buahan sehingga
daging itu seharusnya beserta dengan lauk pauk seperti tempe, tahu, ikan, dan telur.
Oleh karena itu sebaiknya dari instansi terkait seperti Kementrian Pertanian, Bulog,
Kementrian Kehutanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan dia mempunyai looking area
yang bisa dijadikan sentra-sentra produksi unggulan sehingga ketersediaan itu
bisa tercukupi sesuai dengan jumlah
penduduk di Indonesia . untuk ketahanan pangan kita bisa berbasis demokratis
artinya berkependudukan, karena jumlah penduuduk kita bertambah terus oleh
karena itu perlu juga di pertimbangkan pendapatan masyarakat karena banyak daya
beli masyarakat kita itu lemah.
·
Ketahanan
pangan kita memang saat ini bisa dikatakan amburadul pemerintah selalu optimis
terus untuk swasembada pangan padahal lahan sudah beralih fungsi, jadi sedikit
kemungkinan untuk swasembada pangan. Seharusnya kalo mau swasembada pangan,
antara pengurangan tanah dengan pendapatan harus seimbang
·
Pasar
daging ini bergerak di jawa timur, jawa timur itu butuh daging per tahun
93000Ton , sedangkan per tahunya jawa timur bisa sampai ke Jakarta itu 168000
ekor
1. Perlu ada sentra-sentra produksi
peternakan baru, yang saat ini sudah ada perlu ditingkatkan lagi sebab dengan
pembangunan sentra-sentra petenakan dapat hemat biaya untuk pemeliharaan,
pemuliaan, transportasi dan distribusi. Sentra produksi tersebut harus
dikembangkan di luar pulau Jawa, terutama di NTT, NTB yang punya potensi lahan
tetapi itu belum maksimal untuk dikerjakan.
2. Dalam rangka untuk pemuliaan dengan
cara pengembangan teknologi, apakah itu dengan inseminasi buatan atau dengan
embrio transfer yang memungkinkan dalam proses untuk mengembangbiakan lebih
cepat.
3. Petani peternak harus diberikan kredit
usaha pembibitan sapi yang saat ini masih mengikuti model bank konvensional,
jadi harus ada anggunan. Sapi sebagai sebagai barang hidup tidak bisa digunakan
sebagai anggunan untuk mendapatkan modal. Para petani harus mengerti dalam hal
permodalan. Dalam hal ini pemerintah kurang perhatian, meskipun ada itupun
sangat tidak mudah dan berbelat-belit. Coba untuk melalui bank pembangunan
daerah, biasanya peternak tradisional yang berasal dari kepala keluarga bukan
dari perusahaan yang besar, itu dapat berkembang dengan lebih baik lagi.
4. Pakan juga harus disubsidi sebab jika
tidak nanti bisa menyebabkan peningkatan dalam produktivitas. Kemudian para
peternak itu juga tidak mampu untuk meningkatkan produksinya lagi. Oleh karena
itu, dengan kondisi yang sekarang ini pemerintah harus aktif.
5. Harga sekarang di tingkat bawah itu Rp.
35.000,-/kg sapi hidup, ini sangat bagus bagi peternak, tetapi bagaimana caraya
agar sampai di tingkat pasar jangan sampai mencapai Rp. 135.000,-/kg ini kan
sangat jauh sekali perbedaanya dari harga Rp. 35.000,-/kg menjadi Rp.
135.000,-/kg saat masuk pasar , jadi ada ada sebuah rentan harga yang sangat
banyak yang itu tidak dinikmati oleh petani, ini harus di pangkas karena
mungkin disitu ada banyak pemain.
Tetapi pada akhirnya konsumen butuh
daging, jika pasar tradisional tidak menjualnya maka para konsumen akan tetap
mencari dengan beralih ke pasar modern.
Secara
umum petani ternak sapi potong belum menunjukkan adanya penerapan manajemen
agribisnis secara baik dan benar, kondisi ini terbukti dari : ketersediaan dan
sistem penyaluran sarana produksi ternak yang belum sesuai dengan yang
diharapkan petani ternak, belum menggunakan pembukuan finansial dalam usaha taninya,
belum menerapkan pengolahan pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah
usahatani, belum menerapkan fungsi-fungsi pemasaran dalam memasarkan ternaknya,
belum menggunakan perencanaan agribisnis, serta belum menerapkan kaidah
pengelolaan agribisnis secara benar. (http://edypras.wordpress.com/2009/05/22/agribisnis-sapi-potong/)
Sampai saat ini, sebagian masyarakat
Indonesia dapat menerima daging kerbau sebagai layaknya daging sapi. Sementara
itu pengembangan sapi potong sangat tergantung pada kondisi daerah dengan
pertimbangan pada aspek kemudahan dalam mengelola dan memasarkan. Untuk
merespon perkembangan agribisnis sapi di Indonesia dalam lima tahun ke depan
agar dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan daging dalam rangka mendukung
program swasembada daging sapid an kerbau (PSDSK) 2014 para peternak dituntut
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya agar mampu meningkatkan
posisi tawar dan memenuhi kebutuhan pasar. Untuk mendukung hal itu, Dinas
Pertanian Provinsi DIY melalui UPTD BPSDMP melaksanakan Pelatihan Teknis
Agribisnis Ternak Sapi Potong Bagi Petugas Aparatur.
Tujuan
diadakannya acara tersebut adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan petugas dalam manajemen Agribisnis Ternak Sapi Potong, serta mendukung
pencapaian peningkatan diseminasi teknologi peternakan. (http://jogjabenih.jogjaprov.go.id/informasi/berita/982-pelatihan-teknis-agribisnis-ternak-sapi-potong-bagi-petugas-aparatur)
Faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi daging adalah
1. Pakan.Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah
yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan
dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang
berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang
dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat.
2. Faktor Genetik.Ternak dengan kualitas genetik yang
baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih
tinggi.
3. Jenis Kelamin.Ternak jantan tumbuh lebih cepat
daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai
tubuh dan daging yang lebih besar.
4. Manajemen.Pemeliharaan dengan manajemen yang
baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa
penggemukan menjadi lebih singkat.
0 comments on "pengantar agribisnis | sapi potong (opini . news) #share"
Post a Comment