hello anak manajemen agribisnis (^^)/
aku mau berbagi ilmu sama kalian yang sedang mampir di blog ini :D
document word ini kesimpen terus di folder file aku
tadinya ini adalah tugas dari mata kuliah PPKN sewaktu aku masih semester 1
biar manfaat aku share aja disini
this is free ~
you can copy this or share to others media
tapi inget yaa tulisan ini harus dibaca dan dipahami :)
oia kalau habis dikasih sesuatu sama orang harus bilang apaa ??
te-ri-ma ka-sih
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Akhir – akhir ini
banyak permasalahan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang mana menyita perhatian
publik dan kita sebagai mahasiswa yang selalu dituntut untuk terus kritis dan
peka terhadap problematik yang ada maka kita harus tahu dan mengerti akan
adanya hal tersebut dan seperti yang kita ketahui tindakan yang memang
seharusnya kita laksanakan adalah dikarenakan kita hidup di negara demokrasi
tepatnya menganut Demokrasi Pancasila.
Oleh karena itu, sehubungan dengan adanya
penugasan dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, penyusun berusaha untuk
memberikan materi pembahasan tentang demokrasi dan good government yang
diharapkan agar pembaca bisa mengetahui lebih dalam tentang demokrasi maupun
good government. Dengan disusunnya makalah ini semoga dapat membantu pembaca
dalam pemberian gambaran serta paparan tentang arti demokrasi dan good
government secara luas.
Selain itu membangun Good Goverment and
Good Governance, merupakan topik yang selalu aktual dan menarik untuk dibicarakan, sebab membangun masa depan Indonesia sebagai
wujud daripada pengamalan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana tercantum
dalam pembukaan UUD 1945 yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”, tidak akan pernah terwujud,
jika bangsa Indonesia gagal membangun pemerintah dan tata pemerintahan yang
baik (Good Goverment and Good Governance).
1.2
Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang
kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat,
baik secara langsung (demokrasi langsung)
atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).Istilah
ini berasal dari bahasa Yunani
(dēmokratía)
"kekuasaan rakyat",
yang dibentuk dari kata (dêmos)
"rakyat" dan (Kratos)
"kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan
abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul
revolusi rakyat pada tahun 508 SM. Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali
oleh Aristoteles sebagai suatu
bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan
berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln
dalam pidato Gettysburgnya
mendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat". Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem
demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak,
kesempatan dan suara
yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi,
keputusan yang diambil berdasarkan suara
terbanyak.
1.3 Bentuk-bentuk demokrasi
Secara umum terdapat dua bentuk
demokrasi yaitu demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan / tidak langsung.
a.
Demokrasi langsung
Demokrasi langsung merupakan suatu
bentuk demokrasi dimana setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam
menentukan suatu keputusan yang memiliki
pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Sistem demokrasi
langsung digunakan pada masa awal terbentuknya demokrasi di Athena dimana
ketika terdapat suatu permasalahan yang harus diselesaikan, seluruh rakyat
berkumpul untuk membahasnya.Selain itu, sistem ini menuntut partisipasi yang
tinggi dari rakyat sedangkan rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu untuk
mempelajari semua permasalahan politik negara.
b. Demokrasi
perwakilan
Suatu bentuk pelaksanaan pemilahan
pemerintahan yang dilakukan secara tidak langsung atau perwakilan. Dalam
demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum
untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka.
1.4 Prinsip-prinsip demokrasi
Prinsip demokrasi dan prasyarat dari
berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi
yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi".
Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:
2.
Pemerintahan berdasarkan persetujuan
dari yang diperintah;
6.
Pemilihan yang bebas dan jujur;
7.
Persamaan di depan hukum;
8.
Proses hukum yang wajar;
1.5
Pengertian Good governance
1. Menurut Bank Dunia (World Bank) Good governance merupakan
cara kekuasaan yang digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan
ekonomi untuk pengembangan masyarakat (Mardoto, 2009)
2. Menurut UNDP (United National Development Planning)
Good governance merupakan praktek penerapan kewenangan pengelolaan berbagai
urusan. Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan administratif di
semua tingkatan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.2
Artikel Demokrasi dan Good Governance
MEDIA
INDONESIA, Selasa, 25 Mei 2010 00:01 WIB
Sejak
reformasi politik 1998, keran demokrasi telah terbuka penuh. Partisipasi rakyat
dalam persoalan politik berlangsung setiap saat. Indonesia pun sukses menggelar
ritual pemilu dan pemilu kada di berbagai daerah. Bahkan, Indonesia menerima banyak pujian dari sejumlah lembaga internasional
sebagai negara yang berhasil menjalankan demokrasi.
Meski demikian,
berbagai persoalan besar di negeri ini terus bermunculan. Belum tuntas kasus
pengucuran dana triliunan rupiah kepada PT
Bank Century, telah muncul kasus
manipulasi pajak Gayus Tambunan yang melibatkan aparat penegak hukum, dan
disinyalir segera terkuak kasus mafia pertambangan dan kehutanan.
Kasus-kasus tersebut melengkapi banyak
persoalan lain, seperti masih tingginya angka pengangguran dan kemiskinan,
pelayanan birokrasi yang tidak memuaskan, dan korupsi yang melibatkan pejabat
pemerintah pusat dan daerah, anggota DPR dan DPRD. Berbagai persoalan tersebut
menggambarkan ternyata setelah lebih 10 tahun berdemokrasi justru tidak
menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat.
Yang menonjol saat ini, demokrasi lebih banyak menghasilkan
pemimpin dan wakil rakyat yang buruk. Mereka tidak memiliki kompetensi yang
memadai dan dapat dibanggakan. Demokrasi hanya menjadi sarana formalitas
kekuasaan rezim dari waktu ke waktu, bukan sarana untuk memperbarui kontrak
sosial. Demokrasi kita hanya berkualitas dalam prosedurnya, namun sangat buruk
dalam substansinya. Pada akhirnya, demokrasi yang seharusnya menjadi fondasi
terciptanya tata pemerintahan yang baik (good governance), pada kenyataannya
justru mengarah pada bad governance.
Lantas, dengan kenyataan buruk yang
terjadi dalam demokrasi kita, apakah
demokrasi dianggap pilihan yang salah? Menurut saya, bukan demokrasinya yang
salah, namun memang ada yang salah dalam cara kita berdemokrasi. Dalam
demokrasi, tata pemerintahan dijalankan dengan terbuka, kompetitif, dan bebas.
Namun, bagaimana cara menjalankannya akan menentukan apakah secara substansi
kita sudah demokratis, atau baru sekadar secara prosedural demokratis.
Kesalahan
berdemokrasi
Ada
beberapa kesalahan dalam cara kita berdemokrasi. Pertama, demokrasi telah
dimaknai sebagai tujuan, bukan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Jawaharlal
Nehru (1960) menyatakan, “Democracy are
means to and end, not the end it self” Dengan demikian, sebagai sarana maka
demokrasi adalah sistem yang tidak sempurna, yang butuh penyempurnaan dari
waktu ke waktu. Jika demokrasi, dengan pengertian sebagai praktik politik yang
terbuka, kompetitif, dan bebas dianggap sudah mencapai tujuan, maka tujuan
hakiki dari demokrasi akan terabaikan. Banyak yang lupa bahwa tujuan demokrasi yang sebenarnya adalah
terciptanya kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat.
Kedua,
karena demokrasi menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, maka setiap warga negara
memiliki hak untuk dapat memilih dan dipilih, sepanjang memenuhi persyaratan di
muka hukum. Di sinilah dapat muncul sisi gelap dari demokrasi (the dark side of democracy). Karena
setiap orang dapat memilih dan dipilih, maka dapat muncul mobocracy yaitu demokrasi
yang dilaksanakan oleh masyarakat yang bodoh, tak berpendidikan, memiliki
akhlak buruk, mudah disuap, dan cenderung menyukai kemaksiatan. Bahkan jauh
sebelumnya, sekitar 6 abad SM, Plato menyebut dengan timocracy, yaitu demokrasi yang dilaksanakan di tengah masyarakat
korup sehingga membentuk pemerintahan yang korup pula.
Ketiga,
formalisasi demokrasi yang mengabaikan moralitas hukum. Praktik pemilu dan
pemilu kada hingga saat ini lebih didominasi oleh manipulasi simbol demokrasi
berupa praktik politik hegemoni, perpanjangan kekuasaan, dan kompetisi uang
(money racing). Yang memprihatinkan, masih banyak bagian masyarakat belum
optimal menggunakan daya kritis dan nalar untuk menilai ukuran kepantasan dan
kepatutan seorang calon anggota legislatif dan kepala daerah. Mereka dengan
mudah dibutakan hatinya hanya dengan beberapa lembar puluhan ribu rupiah.
Keempat,
pengabaian kompetensi. Di tengah belum optimalnya daya kritis masyarakat,
sedikit sekali partai politik yang peduli memberikan pendidikan politik kepada
masyarakat. Bahkan, parpol dan elite politik seolah dengan sengaja memanfaatkan
keterbelakangan masyarakat guna melanggengkan kekuasaannya. Uang dan
popularitas dijadikan senjata utama untuk memenangkan setiap proses demokrasi.
Rakyat terus dibutakan hatinya untuk terus mengabaikan kompetensi dan track record calon.
Kelima,
demokrasi transaksional. Beberapa literatur politik mengenalkan teori
money-power-more money. Bila kapitalisasi telah masuk dan memengaruhi politik,
orang yang memiliki kekuatan uang berpeluang besar menduduki kekuasaan karena
uangnya. Dan manakala kekuasaan telah ada di tangannya, ia akan menggunakan
kekuasaannya untuk mengumpulkan lebih banyak uang demi mengekalkan kekuasaan
itu. Realitas politik yang kita jalani sangat relevan dengan teori ini. Lantas,
bagaimana memutus mata rantai lingkaran setan yang membelit demokrasi kita itu?
Jawabannya adalah kerja keras untuk terus-menerus melakukan pendidikan politik
guna mencerdaskan dan membebaskan masyarakat dari belenggu kebodohan dan
kemiskinan. Para intelektual di negeri ini harus mengambil peran yang lebih
dominan di tengah kelalaian partai politik, yang seharusnya melakukan
pendidikan politik kepada masyarakat. Para intelektual harus menanamkan kepada
generasi penerus nilai dasar, seperti keadilan, kejujuran, antikorupsi,
kesetaraan, dan humanisme. Bukan sekadar mengejar pencapaian prestasi, karier,
dan uang.
Di
samping para intelektual, semua elemen masyarakat madani, seperti LSM,
organisasi mahasiswa, organisasi pemuda, dan organisasi masyarakat, mutlak
diperlukan komitmen dan peran aktifnya guna memutus mata rantai lingkaran setan
ini. Demokrasi harus diselamatkan melalui kampanye terus-menerus dengan
berbagai macam media yang dapat diakses masyarakat.
Dalam
jangka pendek, meskipun demokrasi tidak bisa direduksi hanya sekadar pemilu dan
pemilu kada, kita harus menyelamatkan pemilu dan pemilu kada agar tidak
terperosok ke dalam praktik demokrasi yang salah. Sebab, pemilu dan pemilu kada
dapat menjadi pintu masuk yang lebar bagi orang-orang yang tidak memiliki track record dan kompetensi yang baik,
namun dengan kekuatan uang dan popularitas ia dapat memenangkannya.
Perlu
dipahami bahwa pemilu tidak dengan sendirinya menjamin peningkatan kualitas
demokrasi, tetapi sekadar membuka akses terhadap peningkatan kualitas demokrasi
tersebut. Akses tersebut terletak pada berfungsinya mekanisme check and balance
antara the ruled & the ruler melalui 'kontrak politik' yang terjadi secara
langsung dan rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Peningkatan
kualitas demokrasi itu sendiri secara substansial masih harus diperjuangkan
dalam jangka waktu lama. Sebab, beberapa prakondisi bagi berfungsinya demokrasi
yang berkualitas belum terwujud dalam praktik dan tradisi politik kita, yaitu
1) adanya DPR, DPD dan DPRD yang berkualitas, 2) pemerintahan yang bersih dan
berwibawa, 3) sistem rekrutmen anggota legislatif yang kompetitif, selektif,
dan akuntabel, 4) partai politik yang modern dan profesional, 5) pemilih yang
kritis dan rasional, 6) kebebasan pers yang bertanggung jawab, 7) kelembagaan
masyarakat sipil (NGO) yang modern, konsisten, dan profesional, dan 8)
masyarakat madani (civil society) yang berdaya dan terorganisasi.
Untuk
menciptakan tata pemerintahan yang baik, tidak serta-merta terwujud melalui
pemilu, mengingat good governance merupakan never ending process yang tidak
dapat diidentikkan dengan figur, kelompok, dan atau partai tertentu. Good
governance merupakan komitmen untuk melakukan apa yang disebut continous
improvement dalam tata pemerintahan kita, menyesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat. Pemilu dan pemilu kada adalah sarana untuk membuka
akses ke arah terciptanya good governance tersebut. Pemilu yang bersih, jujur,
dan adil memang tidak serta-merta menjamin terciptanya good governance. Namun
paling tidak, mampu mengarahkan pada perubahan-perubahan yang mendasar bagi
terciptanya keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Oleh
Taufiequrachman Ruki, Anggota BPK RI dan mantan Ketua KPK
2.2 Pembahasan Garis Besar Artikel
Berdasarkan materi studi kasus yang terdapat pada artikel di
atas, pembahasan materi berkaitan dengan masalah tersebut diantaranya pokok permasalahan seperti :
a.
Indonesia menerima
banyak pujian dari sejumlah lembaga internasional sebagai negara yang berhasil
menjalankan demokrasi.
Pernyataan tersebut merupakan anugrah
dan masalah buat kita. Anugrah berarti kita memiliki nilai dan pandangan
positif dari negara lain. Namun masalahnya sudah benarkah negara kita
menjalankan sistem demokrasi yang sesungguhnya ? jawabannya adalah belum benar
bahwa negara kita telah berhasil menjalankan demokrasi dengan baik dann benar
sesuai aturan serta norma yang berlaku.
Adapun masalah-maalah yang terjadi yang
menyebabkan sistem demokrasi kita belum berjalan dengan baik seperti :
·
Persaingan yang
tidak baik/sehat sehingga terjadi kecurangan-kecurangan
·
Tata cara dan
aturan yang masih diabaikan sehingga terjadi kesewenang-wenangan
·
Melanggar
ketentuan yang telah ditetapkan
·
Pengawasan yang
kurang tegas dan tidak baik
·
Dan yang paling
utama uang merupakan segalanya, yang dimana karena uang semua akan berubah
dengan sendirinya.
Adapun solusi untuk mengatasi masalah
tersebut diantaranya, Pemerintah harus lebih tegas dan lebih disiplin dengan
membuat aturan-aturan yang wajib dipatuhi serta dilaksanakan dan memberikan
sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar. Karena kita mendapat pujian sebagai negara yang telah
berhasil menjalankan sistem demokrasi maka kita harus bangga dan buktikankepada
dunia bahwa pernyataan tersebut benar, maka kita harus membenahi serta
menjalankan sistem demokrasi tersebut dengan sebaik-baiknya.
b. Demokrasi
lebih banyak menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang buruk
Ini terjadi karena buruknya demokrasi di Indonesia.
Indonesia memang telah berhasil dalam melaksanakan demokrasi namun itu hanya
secara procedural, tetapi secara substansi Indonesia gagal dalam berdemokrasi.
Apa itu substansi ? substansi demokrasi adalah “kesejahteraan rakyat”. Dalam
era demokrasi harus ada harapan yang lahir dari masyarakat yang dibangun oleh
pemimpinny. Harapan itu tidak bisa dibangun melalui pencintraan pemimpin
ataupun melalui pidato diatas mimbar, tetapi harapan itu diwujudkan dalam
bentuk program yang mengarah kepada kesejahteraan rakyat. Sehingga substansi
yang menciptakan kesejahteraan, keamanan, dan keadilan kepada masyarakat dapat
terwujud.
Pemimpin zaman sekarang hanya bisa mengumbar janji-janji
manis kepada masyarakat. Namun setelah berhasil menduduki kursi kepemimpinannya
mereka malah lupa dengan janji-janji tersebut, bahkan mereka menggunakan
kekuasaannya untuk mengumpulkan lebih banyak uang demi mengekalkan kekuasaan
itu. Pada akhirnya demokrasi yang seharusnya menjadi pondasi terciptannya tata
pemerintahan yang baik (good governance) , justru mengarah pada bad governance
disebabkan buruknya para pemimpin negeri ini. Untuk itu masyarakat harus lebih
kritis dalam memiliih pemimpinnya. Masyarakat jangan mudah tergoda oleh janji-janji
manis, pilihlah pemimpin yang memadai dan dapat dibanggakan.
Untuk mewujudkan hal itu, selain
memilih para wakil rakyat yang terbaik, dan yang amat penting dan menentukan
ialah memilih Presiden/Wakil Presiden yang mumpuni. Dengan terpilihnya para
anggota legislatif yang terbaik, dan Presiden/Wakil Presiden yang terbaik pula,
maka bangsa ini akan memasuki satu era baru yaitu “Indonesia Baru”, yang
mempunyai pemerintah yang baik (Good Goverment) dan tata pemerintahan yang baik
(Good Governance). Pemerintah yang baik,
akan mendorong gerbong birokrasi ke arah yang lebih baik dan profesional.
Untuk membangun pemerintah yang baik
diperlukan beberapa syarat. Pertama, rakyat berhasil memilih pemimpin
pemerintahan yang memiliki strong leadership (kepemimpinan yang kuat) yaitu
yang memiliki kepemimpinan yang bisa memberi kebijakan, keteladanan,
pencerahan, panduan, dan keberanian untuk melaksanakan visi dan program yang
sudah dikampanyekan dalam pemilu Presiden/Wakil Presiden dan pemilihan kepala
daerah.
Kedua, berhasil memilih pemimpin pemerintahan
yang berpengalaman dari bawah, teruji dan memiliki visi besar, yaitu yang
mempunyai mimpi besar untuk membawa bangsa ini menjadi bangsa dan negara yang
besar, makmur, dan sejahtera, kuat dan mandiri, bukan menjadi bangsa kuli
seperti yang disinyalir oleh Bung Karno, tetapi menjadi bangsa produsen
sebagaimana yang dikemukakan Mohammad Hatta. Hal itu bisa diwujudkan karena
hampir semua syarat dimiliki oleh Indonesia, seperti kekayaan sumber daya alam
yang luar biasa, tanah yang luas dan subur, penduduk yang besar dan pekerja
keras. Ketiga, berhasil memilih pemimpin pemerintahan yang berani dan tegas.
Keempat, berhasil memilih pemimpin
pemerintahan yang bisa merealisasikan mimpi besarnya dengan memberi satu fokus
dalam pembangunan, yang kalau program tersebut dijalankan, akan menjadi bola
salju (snow ball) yang mempengaruhi bidang-bidang lain. Jadi pemimpin yang
dibutuhkan Indonesia, selain visioner, juga memiliki pengalaman dan teruji
kemampuan manajerialnya dalam melaksanakan pembangunan, sehingga bangsa dan
negara ini bangkit dari kubangan keterpurukan dalam segala bidang.
c.
Apakah system demokrasi Negara kita
salah ? jawabannya tidak, namun tata cara dan penggunaannyalah yang salah
Demokrasi yang baik terwujud apabila tata cara dan
penggunaannya dijalankan dengan benar. Bukan demokrasinya yang salah, namun
yang salah adalah cara kita berdemokrasi. Dalam demokrasi, tata pemerintahan
dijalankan dengan terbuka, kompetitif dan bebas, namun pada kenyataannya
demokrasi kita saat ini berbeda dengan system yang ada.
Pemerintah dan tata pemerintahan yang baik, harus memiliki
kepekaan yang tinggi terhadap setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat,
bangsa dan negara. Kepekaan itu mesti melahirkan sikap tanggap yang cepat untuk
segera memecahkan setiap masalah yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pemerintahan yang baik harus berusaha melayani semua
pihak dengan cepat, dengan responsibiltas yang tinggi.
d.
Tujuan demokrasi yang sebenarnya adalah
terciptannya kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat
Tujuan
demokrasi yang sebenarnya adalah kebebasan, diantarannya kebebasan dalam
berpendapat. Banyak keluhan dan pendapat masyarakat yang disampaikan oleh DPR
kurang dianggap dan DPR ketika memutuskn sesuatu tidak ada dialog, rundingan
dengan masyarakat. Oleh karena itu banyak masyarakat yang tidak setuju dan
berdemo besar-besaran yang akhirnya memakan korban. Maka dari itu DPR ketika
ingin memutuskan suatu kebijakan harus dirundingkan terlebih dahulu dengan
masyarakat agar tidak terjadi perbedaan pendapat. Agar tidak bertolak belakang
dengan prinsip-prinsip demokrasi yaitu nilai-nilai toleransi, kerjasama, dan
mufakat.
Selain
kebebasan berpendapat tujuan demokrasi adalah teciptannya keadilan. Keadilan
merupakan hak bagi seluruh masyarakat dan tidak terkecuali. Tetapi di era
sekarang keadilan dapat dibeli dengan uang, oleh karena itu orang-orang yang
mempunyai uang lebih dapat memanipulasikan perkara dengan menyuap aparat-aparat
hukum. Tetapi tidak bagi orang-orang yang tidak mampu walaupun dia benar, dia
kalah dengan hukum yang tidak menciptakan keadilan tersebut.
Pada
umumnya masyarakat Indonesia kebanyakan kesejahteraannya kurang, karena
kurangnya pendidikan yang mereka dapatkan dan ketersediaan lapangan pekerjaan yang kurang. Memang tidak
mudah untuk mencapai kesejahteraan rakyat Indonesia, tetapi dengan kemauan dan kerjasama yang keras maka hal itu dapat
terwujud.
e.
Sisi gelap demokrasi muncul seperti
demokrasi yang dilaksanakan oleh masyarakat yang bodoh, tak berpendidikan,
memiliki akhlak buruk, mudah disuap dan cenderung menyukai kemaksiatan.
Pernyataan
dari permasalahan diatas adalah benar, mengapa demokrasi sampai saat ini masih
belum sesuai dengan yang diharapkan ? itu karena di satu sisi gelap demokrasi
muncul seperti demokrasi yang dilaksanakan oleh sebagian masyarakat yang
memliki sifat-sifat dan perilaku yang tidak baik. Semua itu bertolak belakang dengan
arti dari demokrasi itu sendiri.
Demokrasi tidak akan datang dan tumbuh berkaembang dengan sendirinya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Maka
dari itu solusi untuk permasalahan diatas adalah menjadikan demokrasi sebagai
pandangan hidup bangsa. Setiap masyarakat harus mengikuti norma-norma yang
menjadi pandangan hidup demokrasi, yaitu pentingnya kesadaran akan pluralisme
(beragam pemahaman), melakukan musyawarah, pertimbangan moral, pemufakatan yang
jujur dan sehat, pemenuhan segi ekonomi, berkerjasama antar warga masyarakat
dan sikap mempercayai I’tikad baik masing-masing, dan pandangan hidup
demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan system pendidikan.
Untuk mencapai good governance
Indonesia harus mempu dan berhasil mencapai indicator pemerintahan yang baik
yaitu :
a. Pemerintahan yang baik dalam ukuran
proses maupun hasilnya
b. Pembangunan dapat dilakukan dengan
biaya minimal menuju cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran bersama
c. Produktif dan memperlihatkan hasil
dengan indicator kemampuan ekonomi rakyat meningkat, kesejahteraan, spiritualitasnya
meningkat dengan indicator rasa aman, tenang, dan bahagia
Good governance sebagai upaya untuk
mencapai pemerintahan yang baik maka harus memiliki beberapa bidang yang
dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai, yang meliputi (Efendi, 2005) :
1.
Politik
Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan
lahirnya msalah karena seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good
governance. Konsep politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang berdampak
pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat ini terjadi di
Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang
demokratis. Maka perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut berbagai
masalah penting seperti:
a. UUD NRI 1945 yang merupakan
sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan maka dalam
penyelenggaraannya harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance.
Konsep good governance itu dilakukan dalam pemilihan presiden langsung,
memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan,
kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi
manusia.
b. Perubahan UU Politik dan UU
Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
c. Reformasi agraria dan
perburuhan.
d. Mempercepat penghapusan peran
sosial politik TNI.
e. Penegakan supremasi hokum.
2.
Ekonomi
Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari
krisis global yang bahkan bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia
saat ini masih terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum
sejahtera dengan ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi
bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan
mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi
di Indonesia masih berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera .
3.
Sosial
Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya
setiap kepentingan masyarakat yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan
nyata good governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya tetapi
juga harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam menentukan
berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata menjalankan
fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.
Namun keadaan Indonesia saat ini masih belum mampu memberikan kedudukan
masyarakat yang berdaya di hadapan negara. Karena diberbagai bidang yang
didasari kepentingan sosial masih banyak timbul masalah sosial. Sesuai dengan
UUD NRI Pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang”. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan
tujuan tertentu selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik
antar golongan yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good
governance bisa ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan dengan
keadaan masyarakat dengan konflik antar golongan tersebut.
4.
Hukum
Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara
memakai hukum sebagai istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian
penting dalam penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan
memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan, karena
good governanance tidak akan dapat berjalan dengan baik dengan hukum yang
lemah. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak
bagi terwujudnya good governance. Hukum saat ini lebih dianggap sebagai
komiditi daripada lembaga penegak keadilan dan kalangan kapitalis lainnya.
Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh
masyarakat.
Mewujudkan
konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan
sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan
sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk
mencapai good governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi,
pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik
yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta
mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara
yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan
keputusan.
Human interest adalah faktor terkuat yang
saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara
serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa
dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan
individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan
internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu
terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good
governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan
jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata
“sepakat”.
Good governance menyentuh 3
(tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau
dunia usaha (penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan
kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam
penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak
tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini masih
sulit untuk bisa terjadi (Efendi, 2005).
Mencari orang yang jujur dan memiliki
integritas tinggi sama halnya dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Berbagai
permasalahan nasional menjadi alasan belum maksimalnya good governance. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance
maka tiga pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil saling
menjaga, support dan berpatisipasi aktif dalam penyelnggaraan pemerintahan yang
sedang dilakukan. Terutama antara pemerintah dan
masyarakat menjadi bagian penting tercapainya good governance. Tanpa good
governance sulit bagi masing-masing pihak untuk dapat saling berkontribusi dan
saling mengawasi. Good governance tidak akan bisa tercapai apabila integritas
pemerintah dalam menjalankan pemerintah tidak dapat dijamin.
Hukum hanya akan menjadi
bumerang yang bisa balik menyerang negara dan pemerintah menjadi lebih buruk
apabila tidak dipakai sebagaimana mestinya. Konsistensi pemerintah dan
masyarakat harus terjamin sebagai wujud peran masing-masing dalam pemerintah.
Setiap pihak harus bergerak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.
BAB
III
KESIMPULAN
Untuk membangun kembali Indonesia dari
keterpurukan yang panjang, selain memanfaatkan momentum pemilu untuk memilih
para wakil rakyat dan pemimpin pemerintahan yang benar, jujur, cerdas, berani,
tegas, bermoral, dan bertanggung jawab terhadap kemajuan dan kesejahteraan
masyarakat, bangsa dan negara, juga momentum otonomi daerah harus dapat
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk membangun daerah sebagai mozaik
Indonesia yang maju dan makmur.
Dalam keadaan apapun, bangsa ini harus
tetap memelihara persatuan dan kesatuan, tidak boleh terpecah belah apalagi
bercerai berai karena perbedaan suku, agama, etnis, budaya, dan
sebagainya. Bangsa dan negara ini harus
tetap utuh, bersatu, dan maju.
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Gaffar,
Affan. 2006. “Politik Indonesia Transisi
Menuju Demokrasi”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suteng,
Bambang, dkk . 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Erlangga